Fikih Salat Sunah Rawatib Magrib
Salat sunah rawatib merupakan salah satu amalan yang menjadi pelengkap bagi ibadah salat fardu. Salah satunya adalah salat sunah rawatib setelah Magrib, yang dianjurkan untuk senantiasa dijaga oleh setiap muslim.
Artikel ini akan membahas keutamaan, tata cara, serta panduan jika salat sunah ini terlewat, sehingga kita dapat lebih memahami dan mengamalkannya sebagai bagian dari sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara hikmah salat rawatib ba’diyah
Ibnu Daqiq Al-‘Id rahimahullah memberikan penjelasan yang indah tentang hikmah salat rawatib ba’diyah. Beliau mengatakan, “Sedangkan pelaksanaan salat sunah setelah salat wajib, hal ini berdasarkan bahwa salat sunah dapat menutupi kekurangan yang ada pada salat wajib. Maka, setelah salat wajib ditunaikan, dianjurkan untuk dilanjutkan dengan sesuatu yang bisa memperbaiki kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaannya.” [1]
Keutamaan salat sunah rawatib Magrib
Selain keutamaan-keutamaan umum yang berkaitan dengan salat sunah, misalkan memperoleh kedudukan yang tinggi di surga, salat sunah rawatib (termasuk Magrib) memiliki keutamaan khusus, sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah:
Pertama: Sunah yang konsisten dilakukan Nabi
Salat sunah rawatib Magrib adalah salah satu dari sunah rawatib yang dianjurkan untuk dijaga oleh seorang muslim. Sunah ini telah ditetapkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melalui perkataan dan perbuatan beliau.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
حفظت من رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلمَ عشرَ ركعاتٍ سِوى الفريضةِ ركعتينِ قبلَ الظهرِ وركعتين بعدَ الظهرِ وركعتين بعد المغربِ وركعتين بعدَ العشاءِ وركعتين قبلَ الغداةِ
“Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sepuluh rakaat selain dari salat wajib, yaitu dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum (salat) Subuh.” (HR. Bukhari no. 1180 dan Muslim no. 729)
Kedua: Mendapatkan rumah di surga
Salat rawatib Magrib merupakan bagian dari rangkaian salat rawatib yang apabila seseorang menjaganya, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga.
Dari Ummu Habibah, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما من عبدٍ مسلمٍ يصلِّي للهِ تعالى في كلِّ يومٍ ثِنْتي عشرةَ ركعةً تطوُّعًا غيرَ فريضةٍ إلا بنى اللهُ تعالى له بيتًا في الجنَّةِ، أو : إلا بُنِيَ له بيتٌ في الجنَّةِ :أربعًا قبلَ الظهرِ، و ركعتَين بعدَها، و ركعتَين بعد المغربِ، و ركعتَين بعد العشاءِ، و ركعتَين قبلَ صلاةِ الغَداةِ.
‘Tidaklah seorang hamba muslim yang melaksanakan dua belas rakaat setiap hari selain dari salat fardu, kecuali Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga. Yaitu, empat rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum (salat) Subuh.‘” (HR. Tirmidzi no. 415. Disahihkan oleh Al-Albani) [2]
Tata cara salat sunah rawatib Magrib
Pertama: Salat sunah rawatib Magrib terdiri dari dua rakaat yang dikerjakan setelah salat Magrib
Hal ini, sebagaimana telah disebutkan di pembahasan sebelumnya, di antaranya hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, disebutkan “dua rakaat setelah Magrib.” [3]
Kedua: Lebih dianjurkan untuk dilakukan di rumah
Termasuk kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah melaksanakan salat sunah di rumah, kecuali ada alasan tertentu. Beliau juga menegaskan pentingnya melaksanakan salat rawatib Magrib di rumah.
Dari Mahmud bin Labid radhiyallahu ‘anhu, dikisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi Bani Abdul Asyhal dan salat Magrib bersama mereka. Setelah salam, beliau bersabda,
اركعوا هاتين الركعتين في بيوتكم
“Kerjakanlah dua rakaat (salat rawatib Magrib) ini di rumah kalian.” (HR. Ahmad, 5: 428; Ibnu Khuzaimah no. 1200. Dihasankan oleh Al-Albani) [4]
Ketiga: Disunahkan membaca surah Al-Kafirun pada rakaat pertama dan Al-Ikhlas pada rakaat kedua
Tidak ada dalil yang menunjukkan ketentuan khusus tentang bacaan dalam salat sunah secara umum. Namun, terdapat anjuran membaca ayat-ayat atau surah-surah tertentu dalam beberapa salat tertentu, termasuk dua rakaat setelah Magrib. [5]
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ما أُحصي ما سمِعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : يقرأُ في الرَّكعتَيْن بعد المغربِ ، وفي الرَّكعتَيْن قبل صلاةِ الفجرِ بـــــ : قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ و قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Tidak terhitung berapa kali aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam dua rakaat setelah Magrib dan dua rakaat sebelum salat Subuh: {Qul yaa ayyuhal kafiruun} dan {Qul huwallahu ahad}.” (HR. At-Tirmidzi no. 431 dan Al-Albani mengatakan, “Hasan sahih.”) [6]
Jika terlewat rawatib Magrib
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, apakah disyariatkan mengqadanya atau tidak. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa disyariatkan untuk mengqada salat sunah rawatib di luar waktu larangan. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Hanbali, dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, dan dipilih oleh Ibnul Qayyim serta Ibnu Utsaimin rahimahumullah. [7]
Dalilnya adalah hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam sebuah hadis yang panjang, disebutkan bahwasanya Rasulullah melaksanakan salat dua rakaat setelah salat Asar. Ketika ditanya tentang hal tersebut, beliau bersabda,
يا بنت أبي أمية! سألت عن الركعتين بعد العصر؟ إنه أتاني ناس من عبد القيس بالإسلام من قومهم، فشغلوني عن الركعتين اللتين بعد الظهر، فهما هاتان
“Wahai putri Abu Umayyah! Engkau bertanya tentang dua rakaat setelah Asar? Sebenarnya tadi beberapa orang dari Bani ‘Abdil Qais datang kepada kami untuk menerima Islam, dan mereka menyibukkanku dari dua rakaat setelah Zuhur, maka inilah (pengganti) keduanya.” (HR. Bukhari no. 1233 dan Muslim no. 834, dan ini adalah redaksi Muslim) [8]
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengqada dua rakaat sunah Zuhur setelah Asar ketika beliau terhalang mengerjakannya. Hadis ini menjadi dalil yang jelas dalam mengqada salat sunah rawatib yang terlewat. Oleh karena itu, disyariatkan untuk mengqada dua rakaat setelah Magrib jika seseorang tertinggal darinya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak.
***
Rumdin PPIA Sragen, 3 Jumadilakhir 1446 H
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel asli: https://muslim.or.id/101268-fikih-salat-sunah-rawatib-magrib.html